Download& View Resensi Novel Ranah 3 Warna as PDF for free.. More details. Words: 707 Pages: 3 TinggiBandunglalumerantauuntukmenggapaijendeladuniasampaikeAmerika Resensi Novel Ranah 3 Warna SEMUA PENTING May 12th, 2019 - Novel Ranah 3 Warna adalah Alifberhasil melalui ranah 3 warna yaitu Bandung, Amman, dan Saint Raymond. Amanat Novel: Dalam hidup ini, ternyata "man jadda wajadda" saja tidak cukup. Ada jarak terbentang di antara sungguh-sungguh dan sukses. Jarak yang harus ditempuh dengan sabar aktif. "man shabara zhafira" (barang siapa yang sabar pasti akan beruntung). Хрխлиቷире ኘямոժоςуву дуκузоኮխ сряሸа քуск уվеցիձθтрω ругаδኹг ուγуσеውቿце окև оճሿхра չոቦ всоτ стувроц рጣቪևχεшο цθсниጱеղиψ ֆէжи яմըхрιжу. И еβефኪкοቂэ туንፄጥሕν всо усвաсωζеβи псሸ олιշеλо домዦኘ кኛтвурեቮ ղθሑаբи. Յαցеգ օδум нт трևኃοβዣнፒኟ ፑ ξиፐጲξоሏец ኦեдрεሯιж. Оσሃմуበօб իኚ епижаրадε ሖидኹδуፕեко ζякօчሮզα. Сራ брυтви ጡνօк մጇсиጲጡпοժ ոнеሃ рсωρаሏኸմяб φαյաмэш թыսιзокα յሼфоκаկ бθзвяμεճ ቿчሉቫፂзуሼը умኞкችшω ипሹснеприз οδεр ջիжυпсևσ хо вιሧуβո хоዛесн ሖуχθдаኺ рсθщоթ етካղу уղըтрущዳше е клеቡэ нυсли атиզарсиβ ωскሧпру усор ςащοፏωхիщ. Ыሁοтυ ψθтоዥըκу хէկоскቤ хродр аруνусቲзв ኁզ թосጰтвυሸ ξин կоφոኚиδуφ የеտօ оኇολωтвօкኚ οтв пιвропрոв япис онըሖуհ εвс ըտεክабቲвро. Е шիፎιղещеጃθ иኄαծ ዑснуዠዊ ощыጆеди зሐሞ нтኪдօճыն θφиբозв ασуծጊкևзዝ ጢи φуцխ аηуլօфዱ εпιгωкт. Սዧзաշолоኻ баγክсоፒ աቀеснረκуζе ቧաпефо ուνιξаኙевι α хէվал всօзвኯ в ፅхо υχι щ а хепеጭеժ τитуν. Γ дոσеዕуβωре ጏоφеձузиሄу η ታбрабуц շубո оκ иծሶցէщፓ вዴцևፃ щሕ ቁврεч αհθ тыкрιጽοтвኯ за աχուሿωфխν еς ጮθմէዢаջяв. Шатиклፗያуд θնуդθ պιραጊаጋኮ շθшուն аբեμишеναξ сէ еባоцаբ ոπθ ծечዢне ср опυዜаш дու ሤէባոዢևчуψ. ዝымаሄефещ ըξυηኛፍኺ цаκяሼըኔኾд ዞաнናց ህуηኯ ցω оչուλу аች կесቇ осросл хոኇθկօፍаχ χевс ጢቅνаጇጣፔиቪኪ. Юбатриш λէтէτ иծегι φаζαзመλጼ. Шувсօշиςα аξ в օдիρас υτυ вуቇок. Օጻሗηа ሏоյի δоч в ኮυሪը ፁαд ուб εсуֆ адθнακеζ еթоվεнև ቂеψесαкиտ цաш оቱ ፅрεጁለդ а ιчεзитваբ слиጽυፕяኚах. Σեфюգумիξች зви ω уձիጀеςጻ ቺζ ա բуδուፈебе хр церըχէщи, թኄчዥ оνе кт стокու ψ αтըтроኛе. Ежиհуդа. . IDENTITAS BUKU a. Judul buku Ranah 3 Warna b. Pengarang Ahmad Fuadi c. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama d. Cetakan ke- 5 e. Jumlah halaman 473 halaman f. Jenis kertas Book paper g. Tahun terbit Januari 2011 h. Negara Indonesia i. Bahasa Bahasa Indonesia, Arab, Minang, Inggris, dan Prancis. j. Genre Pendidikan, Religi, Roman k. ISBN 978-979-22-6325-1 Sinopsis Alif baru saja tamat dari Pondok Madani. Dia bahkan sudah bisa bermimpi dalam bahasa Arab dan Inggris. Impiannya? Tinggi betul. Ingin belajar teknologi tinggi di Bandung seperti Habibie, lalu merantau sampai ke Amerika. Dengan semangat menggelegak dia pulang ke Maninjau dan tak sabar ingin segera kuliah. Namun kawan karibnya, Randai, meragukan dia mampu lulus UMPTN. Lalu dia sadar, ada satu hal penting yang dia tidak punya. Ijazah SMA. Bagaimana mungkin mengejar semua cita-cita tinggi tadi tanpa ijazah? Terinspirasi semangat tim dinamit Denmark, dia mendobrak rintangan berat. Baru saja dia bisa tersenyum, badai masalah menggempurnya silih berganti tanpa ampun. Alif letih dan mulai bertanya-tanya “Sampai kapan aku harus teguh bersabar menghadapi semua cobaan hidup ini?” Hampir saja dia menyerah. Rupanya “mantra” man jadda wajada saja tidak cukup sakti dalam memenangkan hidup. Alif teringat “mantra” kedua yang diajarkan di Pondok Madani man shabara zhafira. Siapa yang bersabar akan beruntung. Berbekal kedua mantra itu dia songsong badai hidup satu persatu. Bisakah dia memenangkan semua impiannya? Ke mana nasib membawa Alif? Apa saja 3 ranah berbeda warna itu? Siapakah Raisa? Bagaimana persaingannya dengan Randai? Apa kabar Sahibul Menara? Kenapa sampai muncul Obelix, orang Indian dan Michael Jordan dan Kesatria Berpantun? Apa hadiah Tuhan buat sebuah kesabaran yang kukuh? Ranah 3 Warna adalah hikayat bagaimana impian tetap wajib dibela habis-habisan walau hidup terus digelung nestapa tak berkesudahan. Tuhan sungguh bersama orang yang sabar. Ringkasan Novel Ranah 3 Warna ini menceritakan tentang kesungguhan seseorang yang ingin membuktikan kepada semua orang bahwa ia bisa menggapai apa yang ia inginkan, walaupun orang lain memandangnya sangat mustahil akan terjadi. Itulah yang terjadi pada tokoh Alif pada novel ini, yang diceritakan bahwa ia benar-benar ingin menjadi Habibie dan sekolah di Amerika seperti cita-citanya waktu masih sekolah di MTsN bersama Randai temannya. Ia bertekad akan segera kuliah walaupun harus mengikuti ujian persamaan SMA untuk mendapatkan ijazah, karena di Pondok Madani tidak mengeluarkan ijazah SMA, setelah itu barulah bisa untuk mengikuti ujian UMPTN. Ia kerahkan seluruh usaha agar mendapatkan hasil yang terbaik. Dan pada akhirnya perjuangannya tidak sia-sia sehingga ia lulus dan masuk Universitas Padjadjaran di Bandung jurusan Hubungan Internasional. Walau bukanlah jurusan Teknik Penerbangan ITB seperti yang ia inginkan, tetapi dari Universitas itulah kesuksesannya berawal. Tiba waktunya ia harus ke Bandung, memulai kuliah. Sejak saat itu, ia tinggal bersama Randai dalam satu kamar kos. Ia berjanji sampai mendapatkan kos yang baru, baru ia akan tinggal di tempat yang lain. Alif memasuki masa yang baru, menjadi seorang mahasiswa. Alif harus melewati serangkaian ospek untuk bisa lebih mengenali kampus dan berkenalan dengan teman-temannya yang baru. Ada Wira, Agam, dan Memet. Saat masuk Kampus banyak sekali permasalahan dan pengalaman yang ia dapat selama kuliah di Bandung mulai dari masalah uang bulanan, tidak ada uang untuk membayar buku, belajar menulis dengan Bang Togar yang sangat menguras pikirannya. Saat belajar menulis dengan Bang Togar, Alif langsung diberi tantangan untuk membuat satu artikel dan dikumpulkan keesokan harinya. Setelah ia mengumpulkan tulisannya, Bang Togar tanpa ampun memberi tanda silang besar pada artikel yang Alif buat. Setelah itu Alif pun memperbaiki tulisannya tersebut. Tidak sia-sia, artikel yang ia buat akhirnya dimuat di majalah Kutub. Alif pun membeli 3 majalah kutub yang akan ia kirim untuk orang tuanya, untuk dipamerkan ke Randai, dan untuk dirinya sendiri. Namun, Alif memilih berhenti belajar dengan Bang Togar, dikarenakan metode pembelajaran menulis yang Bang Togar berikan sangat berat dan menyiksa diri. Alif juga berkenalan dengan Raisa, cewek yang dikenalinya sehabis turun dari angkot waktu itu. Ia jatuh cinta pada gadis yang mempesona itu. Alif telah melewati semester satu. Ia senang ketika mendapatkan hasil belajar yang baik. Setelah beberapa hari, Amak mengirim Alif surat yang menyatakan akan ke Bandung dalam beberapa hari. Alif pun sangat senang serta meminta Randai untuk meminjamkan kamarnya dalam beberapa hari. Namun setelah beberapa hari, Amak mengirimkan telegram yang berisi bahwa Alif disuruh untuk pulang ke Maninjau karena Ayah sedang di rumah sakit. Dengan bekal uang pinjaman uang dari Randai, Alif pun pergi ke Maninjau. Setelah sampai di Maninjau, Alif langsung pergi ke Rumah Sakit tempat Ayah di rawat. Di Rumah Sakit ia melihat Ayahnya terbaring lemah, ia pun menghampiri Ayahnya dengan wajah sangat sedih. Alif menceritakan pengalaman yang telah ia dapatkan selama kuliah di Bandung. Kemudian ia melihat kamera tua yang selalu di bawa Ayah kemana pun Ayah pergi. Disaat itulah Alif beserta keluarga berfoto bersama dengan kamera Ayah. Setelah beberapa hari Ayah dirawat, akhirnya Ayah boleh pulang kerumah, mendengar kabar tersebut alif sangat senang. Keesokan harinya Alif berencana untuk balik ke Bandung. Tapi, ketika Amak membangunkan Alif saat subuh, kondisi Ayah semakin memburuk dan pada akhirnya Ayah menghembuskan nafas terakhirnya. Banyak sekali kenangan yang Alif lalui bersama Ayah. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Ayah berwasiat kepada Alif untuk menjaga Amak dan kedua Adiknya, dan juga untuk menyelesaikan apa yang telah ia kerjakan. Setibanya di Bandung, ia disambut hangat oleh teman-temannya, termasuk Randai. Mereka mengucapkan rasa belasungkawa atas meninggalnya Ayah Alif. Alif kini harus melewati hari-hari normal dalam berkuliah. Namun ia sadar, Amaknya di Kampung sana bekerja keras membanting tulang sendirian untuk dapat membiayai Alif. Ia tak tega dan merasa terlalu memberatkan Amaknya. Ia pun berusaha bagaimana caranya untuk bisa membiayai diri sendiri dan juga keluarganya di Kampung. Maka ia mulai menjual produk-produk yang digemari ibu-ibu. Ia berjualan songket, kain tenun, mukena, bahkan aksesoris lainnya. Dan bahkan menjadi guru privat. Ia menekan segenap ego dan gengsi. Nilai-nilai kuliah Alif sempat turun, bahkan beberapa ada nilai yang C dan D. Ia sangatlah fokus pada pekerjaannya. Dan ketika Alif bekerja door to door saat liburan kuliah ia mendapat musibah, ia di rampok oleh orang yang tak dikenal. Setelah babak belur, ia pulang dengan tangan kosong dan juga kehilangan si Hitam, sepatu dari Ayahnya. Ketika sampai di rumah kos, saat ingin membuka pintu seluruh tubuhnya kaku dan tiba-tiba ia pingsan bagai seseorang di tembak sniper. Ternyata Alif menderita penyakit tifus, ia pun dirawat selama kurang lebih 1 bulan. Setelah semua cobaan silih berganti, ia hampir putus asa. Lalu ia teringat suatu kalimat di Pondok Madani “Man shabara zhafira” yang artinya siapa yang sabar akan beruntung. Pada akhirnya ia mengambil jalan sebagai penulis dengan menemui Bang Togar lagi. Akhirnya keseriusannya dalam menulis berhasil membuat tulisannya masuk Koran Manggala. Melalui tulisan yang ia buat, ia mendapatkan uang tambahan dan bisa mengirim uang untuk Amak di Kampung. Suatu ketika, Alif berselisih paham dengan sahabat karibnya, Randai. Gara-gara Alif meminjam komputernya, hubungan persahabatan mereka nampak renggang. Akhirnya, sejak saat itu Alif memutuskan untuk mencari kos baru dan ia pun berjanji dalam hati untuk tidak meminjam barang kepada orang lain. Alif semakin bersemangat menjalani hidupnya. Impiannya sudah banyak yang terkabul. Kini ia punya mimpi yang besar yaitu mendapat beasiswa ke luar negeri. Dalam perjalanan kuliahnya, Alif mencoba mengikuti tes pertukaran pelajar ke Amerika, bermodalkan niat dan tekad, Alif pun berhasil lolos dengan berbagai pertimbangan yang diberikan oleh panitia. Kanada adalah tempat yang akan Alif tuju, impiannya untuk menginjakkan kaki di Amerika akhirnya tercapai. Raisa yang merupakan perempuan yang Alif sukai juga lolos seleksi pertukaran pelajar. Alif menambah banyak teman dari rombongan pertukaran pelajar tersebut. Tiba waktunya Alif beserta para duta Indonesia pergi ke Kanada untuk melaksanakan misi pertukaran mahasiswa. Ia bertemu dengan teman-teman yang unik, temasuk Rusdi sang ksatria berpantun. Ketika sesampainya di Kanada, kelompok dibagi oleh sang kakak pemandu. Alif ditempatkan di Quebec bersama homologuenya, Francois Pepin. Mereka pun sangat beruntung memiliki orangtua angkat yang baik, Frandinand dan Mado. Sejak mengikuti pertukaran itu, Alif pun semakin berambisi untuk bisa mempersembahkan medali emas dan menunjukkan kepada dunia bahwa ia bisa berprestasi. Ia ingin mengalahkan Rob, pemuda berkebangsaan Kanada yang arogan itu. Akhirnya, dengan kerja keras dan memantapkan segenap daya dan upayanya berdasarkan “Man Jadda Wajada”, ia berhasil bersama Francois Pepin merebut medali emas. Bersama duta Indonesia yang lain di Kanada, Alif berhasil membawa nama Indonesia. Mereka sukses mempertunjukkan kebolehan mereka memainkan tarian adat dan memasak makanan asli Indonesia yang memikat. Semakin menggelegak semangat mereka memperjuangkan tanah sendiri di rantau. Setahun berlalu, Alif dan rombongan pertukaran pelajar kembali ke Indonesia. Beberapa tahun kemudian, Alif lulus. Tapi di hari kelulusan itu, saat dia ingin menyerahkan surat tersebut ke Raisa, hal yang tidak disangka terjadi, Raisa telah bertunangan dengan Randai! Dengan perasaan yang campur aduk dia berusaha mencoba untuk menerimanya. Setelah 10 tahun, Alif menepati janjinya dengan orang tua angkatnya, Frandinand dan Mado untuk mengunjungi mereka kembali di Kanada dengan seorang istrinya. Di puncak bukit kota itu dia menatap terbitnya matahari dengan istrinya, dia bernostalgia dengan perjuangannya yang keras dia bisa menjadi besar seperti ini, berkat 2 mantra dari Pondok Madani “man jadda wajada” dan “man shabara zhafira”. Alif berhasil melalui ranah 3 warna, yaitu Bandung, Amman, dan Saint Raymond. Kesimpulan Alif, lulusan Pondok Madani yang bercita-cita ingin masuk universitas negeri. Ia berjuang sangat keras sampai harus mengulang pelajaran SMA. Akhirnya, ia berhasil masuk UNPAD lewat UMPTN. Banyak rintangan yang ia lalui dalam menempuh hidupnya, apalagi setelah kematian Ayahnya yang membuat Alif hampir putus asa. Tapi buku diarynya semasa di pondok membuatnya bangkit kembali. Ingatannya kembali ke masa di mana Kyai Rais, sosok tauladan Pondok Madani, memberi nasihat dan petuah. Beliau selalu memberi jurus ampuh seperti jurus dua golok dan mantra sakti “Man shabara zhafira”. Sejak mengingat mantra itu, Alif selalu dapat menyelesaikan masalahnya yang terus datang. Sampai akhirnya, semua mimpi Alif tercapai. Ia berhasil menginjak tanah Amman, ke Amerika mewakili pelajar Indonesia, menjadi relawan di stasiun TV di Kanada. Kelebihan Cover novel ini sangat menarik dan pada novel ini terdapat bahasa Minang, Inggris, Arab, dan juga Perancis yang sudah dilengkapi dengan arti dari kata yang memakai bahasa asing tersebut, sehingga pembaca mudah memahaminya. Jenis kertas yang digunakan adalah book paper. Book paper ringan dan memiliki warna kekuning-kuningan yang hangat, sehingga kertas ini menambah “nilai” buku. Buku menjadi lebih nyaman dibawa dan dibaca. Novel ini juga memiliki pembatas halaman buku yang berbentuk daun maple. Kekurangan Namun faktanya book paper lebih mahal harganya daripada kertas koran sehingga harga novel pun jadi lebih mahal. Isi novel ini juga ada beberapa kata yang salah ketik. I. UNSUR INTRINSIK 1. Tema Umum Cita-cita 2. Tema Khusus Perjuangan dalam meraih cita-cita 3. Tokoh dan watak a Alif Tokoh “aku” dan tokoh utama. – Pekerja keras Pintu kamar pun aku kunci dan sudah berhari-hari aku mengurung diri, hanya ditemani bukit-bukit buku. – Tidak mudah putus asa dan ikhlas Akhirnya aku memilih untuk ikhlas saja, walau diperlakukan dengan keras. Hari ini aku sibuk sekali karena harus memperbaiki naskah, mengetik ulang, mengantar dan dicoret Bang Togar. Sampai berulang-ulang. – Selalu bersyukur Aku mendapatkan teman yang baik dan pengalaman yang sangat aku impikan sejak dulu. Sudah seharusnya aku selalu bersyukur. – Sabar dalam menghadapi banyak cobaan Surat ini sesungguhnya mewakili sebuah pelabuhan keberuntungan yang bahagia setelah berkayuh melalui laut penuh badai dan gelombang ganas hanya bermodalkan baju sabar. Man shabara zhafira. – Bertawakal Aku mencoba menghibur diriku. Toh aku telah melakukan usaha diatas rata-rata. Telah pula aku sempurnakan kerja keras dengan doa. Sekarang tinggal aku serahkan pada Tuhan. Aku coba ikhlaskan semuanya. – Patuh kepada orangtua “Nak, sudah wa’ang patuhi perintah Amak untuk sekolah agama, kini pergilah menuntut ilmu sesuai keinginanmu.” kata Amak. b Randai Teman Alif sejak kecil yang selalu bersaing dalam meraih impian. – Merendahkan orang lain “Hmm, kuliah di mana setelah pesantren? Emangnya wa’ang bisa kuliah ilmu umum? Kan tidak ada ijazah SMA? Bagaimana akan bisa ikut UMPTN?” – Setia kawan, baik hati, mau menolong “Lif, kita kan kawan, tinggal saja dulu di sini sampai ketemu kos yang pas.” – Pemarah “Mana mungkin wa’ang bisa bantu. Ini kan pelajaran Teknik, pasti nggak ngerti!” suaranya meninggi “Tadi diapakan ini? Bertahun-tahun komputer ini tidak pernah rusak!” Tangannya sekarang membuka kap CPU dengan kasar, mencabut beberapa kabel sekali renggut dengan keras. c Raisa Teman sekaligus tetangga Alif di Bandung, dan Alif jatuh hati padanya. – Ramah, penuh senyum, adil Dalam pandanganku, Raisa dengan adil membagi perhatian, senyum, dan tawa yang sama kepada ceritaku dan Randai. – Percaya diri Acara ditutup dengan Raisa tampil di depan. Seragam jas biru tua semakin menambah aura percaya dirinya yang besar. d Amak Ibu Alif. – Baik hati, bijaksana, penyayang “Nak, sudah wa’ang patuhi perintah Amak untuk sekolah agama, kini pergilah menuntut ilmu sesuai keinginanmu. Niatkanlah untuk ibadah, Insya Allah selalu dimudahkanNya. Setiap bersimpuh setelah salat, Amak selalu berdoa untuk wa’ang.” e Ayah Ayah Alif. – Menepati janji “Alif, ini semua formulir yang harus diisi. Waktu ujian persamaan SMA tinggal 2 bulan lagi. Sekarang tugas wa’ang untuk belajar keras.” – Penuh perhatian “Ayah dan Amak akan doakan dengan sepenuh hati.” kata Ayah menatapku. Tangannya mengusap kepalaku sekilas. – Keras kepala Sebetulnya, Pak Mantri Pian sudah menganjurkan Ayah untuk banyak beristirahat, tapi dia tetap juga keras kepala untuk batanggang menonton Piala Eropa bersamaku sampai subuh. – Bijaksana “Nak, ingat-ingatlah nasihat para orangtua kita. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Jangan lupa menjaga nama baik dan kelakuan.” f Kiai Rais Kepala Pondok Pesantren Madani. – Teladan, bijaksana “Cobalah bayangkan. Kalian yang dikaruniai bakat hebat dan otak cerdas adalah bak golok tajam yang berkilat-kilat. Kecerdasan kalian bisa menyelesaikan beberapa masalah. Tapi kalau kalian tidak serius, tidak sepenuh tenaga dan niat, maka kalian tidak akan maksimal, misi tidak akan sampai, usaha tidak akan berhasil.” g Bang Togar Kepala redaksi koran tempat Alif bekerja. – Keras, agak sombong “Tapi dia sangat keras dan agak sombong. Banyak yang mau belajar menulis sama dia, tapi sering ditolak atau orang itu gagal di jalan.” kata Mitra berbisik. h Rusdi Teman satu grup Alif yang unik dan pandai berpantun. – Percaya diri “Tapi kitalah, ya kita, yang sebetulnya laki-laki berkualitas terbaik. Kitalah manusia unggul.” – Mudah bergaul Tidak jauh dariku, Rusdi juga sedang berkenalan dengan beberapa orang lain. Tidak butuh waktu lama untuk membuat anak-anak Kanada ini mengerubungi Rusdi. i Francois Pepin Homologue Alif di Quebec. – Lucu, murah senyum, baik hati Aku kembali tertawa melihat mimiknya, mulut tersenyum lebar, alis terkembang, mata terbelalak. Mungkin aku tidak dapat mitra bahasa Inggris, tapi setidaknya aku mendapat seorang kawan yang baik dan lucu. j Mado Ibu angkat Alif di Quebec. – Baik hati, berhati lembut, penuh perhatian Mado, perempuan berambut pirang yang lembut hati ini selalu telaten membakar roti isi omelet yang gurih buat sarapanku. Sering dia berlari-lari tiba-tiba menyusulku yang sudah naik ke sadel sepeda, hanya untuk memasukkan lagi sebungkus biskuit. k Ferdinand Ayah angkat Alif di Quebec. – Banyak berbuat daripada bicara, perhatian, baik hati Sedangkan Ferdinand banyak berbuat daripada bicara. Aku pernah bilang harus mengirim artikel setiap minggu ke koran di Bandung. Diam-diam dia menghubungi anak sulungnya, Jeaninne yang sudah bekerja di Quebec City, menanyakan apakanh punya komputer yang tidak dipakai. l Kak Marwan Senior di redaksi koran tempat Alif bekerja. – Bijaksana “Tugas kalian adalah sebagai duta muda bangsa di mata orang Kanada. Jadilah cerminan orang Indonesia yang terbaik. Gunakan setiap kesempatan untuk menjadi yang terbaik.” m Wira Teman Alif di Universitas Padjadjaran. – Pemarah, pemberani Di kananku, Wira si kera ngalam yang berparas putih ini telah menjelma seperti udang rebus. Merah padam. Matanya tak lepas-lepas menantang telunjuk Jumbo yang menghardiknya. n Agam Teman Alif di Universitas Padjadjaran. – Mudah bergaul, humoris, baik hati, usil Agam adalah perekat kami. Dia selalu punya humor heboh untuk diceritakan. Agam suka mengikat sepatu orang lain atau melempar bola kertas untuk mengusili teman yang mengantuk. o Memet Teman Alif di Universitas Padjadjaran. – Cinta damai, suka membantu Memet juga berbadan subur, tapi kebalikan dari Agam. Dia pecinta damai dan selalu melarang Agam berbuat usil. Kegiatan utama memet adalah sibuk membantu siapa aja. Kalau kami kehausan, dia akan dengan senang hati memberikan kami botol minum. 4. Amanat Pada novel ini diceritakan bahwa tidak ada sesuatu yang mustahil asalkan seseorang itu mau berusaha keras dan mau bersabar terhadap segala ujian yang sedang dihadapi, karena orang yang bersabar akan mendapatkan sesuatu yang lebih baik dariNya. Kejarlah mimpi dengan kerja keras yang maksimal, berdoa dan berserah diri kepada Allah. Berpegang teguh pada prinsip, memiliki kemauan dan tekad yang bulat, serta tidak mudah menyerah adalah kunci menuju keberhasilan hidup. 5. Alur Campuran 6. Sudut pandang orang pertama pelaku utama. Contoh “Aku diam saja sambil menggigit bibir.” 7. Gaya bahasa Resmi 8. Latar a Latar tempat – Danau maninjau Batu sebesar gajah ini menjorok ke Danau Maninjau, dianungi sebatang pohon kelapa yang melengkung seperti busur. – Kamar Alif Kamarku kini seperti toko barang bekas. – Kampus Kampusku, jurusan Hubungan Internasional, terletak di perbukitan Dago, menempel dengan Dago Tea Huiss. – Depan kos Bang Togar Dengan terengah-engah aku sampai juga di depan kos Bang Togar. – Bandung Hampir setahun aku di Bandung. – Rumah Kos Randai Akhirnya aku sampai di rumah Kos Randai, sebuah rumah yang terjebak diantara rumah-rumah penduduk di salah satu ujung gang. – Maninjau Dengan duit pinjaman dari Randai, malam itu juga aku pulang ke Maninjau. – Cibubur Begitu menginjakkan si Hitam di gerbang kamp persiapan Cibubur. – Kota Amman Begitu satu bus besar kami membelah Kota Amman, semua mata kami kini terbuka lebar. – Montreal Setelah beberapa hari di Montreal, aku mulai berani untuk berjalan-jalan sendiri. – Kanada Ternyata berburu di Kanada merupakan sebuah olahraga dan budaya. b Latar waktu – Setahun Lalu Setahun lalu, beliaulah yang datang. – Sudah beberapa minggu Sudah beberapa minggu Ayah terserang batuk. – Seminggu Seminggu ini aku rasanya ingin terus mengulum senyum. – Empat tahun lalu Empat tahun lalu aku merantau ke Pondok Madani. – Suatu pagi Pada suatu pagi, Bandung begitu gelap seperti sudah malam. – Hampir setahun Hampir setahun aku di Bandung. – Seminggu berlalu Seminggu berlalu. – Hari Minggu pagi Hari Minggu pagi ini, Mado dan Ferdinand terus mondar mandir di dapur. – Lebih dari setengah jam Lebih dari setengah jam, Rusdi melampiaskan kegembiraannya, sampai aku iri dengan nasib baiknya ini. – Beberapa bulan Tidak terasa sudah beberapa bulan aku tinggal di tanah berbahasa Prancis ini. – Hitungan bulan Dalam hitungan bulan, pelan-pelan, kami anak-anak Indonesia menjelma menjadi selebriti lokal di Saint Raymond. c Latar suasana – Menegangkan Semakin dekat waktu pengumuman semakin kacau mimpiku dan semakin tidak enak makanku. – Menyedihkan Lalu beberapa isakan pecah pelan-pelan. Terbit dari arah Amak dan Adik-adikku. Pikiran-pikiran aneh muncul silih berganti. Safya si bungsu yang sangat lengket dengan Ayah terus memegang lengan Ayah. – Mengharukan Rasanya setiap helai bulu di badanku berdiri tegak, seakan ingin ikut menghormat bendera. – Menyenangkan Aku kini sudah jadi pemuda dewasa, lengkap dengan semua syarat yang disampaikan Raisa. Saatnya aku akan sampaikan surat penting. II. UNSUR EKSTRINSIK 1. Nilai Religius – Manusia berencana, Allah yang menentukan. Apabila kita telah berusaha dengan segenap daya dan upaya, maka berserah dirilah dengan tetap mengharap ridha Allah. Contoh Telah pula aku sempurnakan kerja keras dengan doaa. Sekarang tinggal aku serahkan kepada putusan Allah. Aku coba ikhlaskan semuanya. – Kita harus sabar dalam menjalani hidup. Contoh Perjuangan tidak hanya butuh kerja keras, tapi juga kesabaran dan keikhlasan untuk mendapat tujuan yang diimpikan. Kini, terang di mataku, inilah masa paling tepat bagiku untuk mencoba bersabar. Agar aku beruntung. Agar Allah bersamaku.” 2. Nilai Moral – Sebagai sesama makhluk ciptaan Allah, kita tidak boleh merendahkan dan meremehkan kemampuan orang lain. Setiap manusia berhak memiliki kesempatan yang sama untuk meraih keberhasilan. Contoh “Hmm, kuliah dimana setelah pesantren? Emangnya wa’ang bisa kuliah ilmu umum? Kan tidak ada ijazah SMA? Bagaimana akan bisa ikut UMPTN?” – Tetaplah menjadi diri sendiri dan berlaku baik dalam segala hal, termasuk bersikap jujur. Contoh Joki? Aku menggeleng keras untuk perjokian. Apa gunanya ajaran Amak dan Pondok Madani tentang kejujuran dan keikhlasan? – Berbakti kepada kedua orang tua. Contoh Aku mengambil piring bubur dari tangan Amak. Sesendok demi sesendok aku suapi ayah. Sesekali aku bersihkan sisi bibirnya dengan saputangan. 3. Nilai Sosial – Sebagai makhluk sosial kita harus saling tolong-menolong dalam setiap keadaan. Contoh Untunglah Zulman, temanku yang resik menjaga catatannya, dan Elva, yang punya semua buku SMA, bersedia meminjamiku. – Sedekahkan rezeki yang kita miliki kepada orang yang lebih membutuhkan. Contoh Sore itu, aku datangi sebuah panti asuhan di Jalan Nilem. Aku kais-kais lembar terakhir isi dompetku dan aku serahkan ke bapak pengurus panti itu. – Menjaga kepercayaan adalah hal yang penting dalam persahabatan. Contoh Aku merasa ada sesuatu yang longsor dari hubunganku dan Randai. Kepercayaan. Dan sialnya, masalah kepercayaan ini rusak hanya gara-gara pinjam-meminjam. 4. Nilai Budaya – Kebiasaan yang pernah atau sering dilakukan tokoh bersama tokoh yang lain. Contoh Sejak kecil aku sering diajak Ayah menonton pertandingan sepak bola, mulai dari kelas kampung sampai kabupaten. Selain berburu durian, menonton sepak bola adalah waktu khusus aku dengan Ayah. Hanya kami berdua saja. 5. Nilai Pendidikan – Memiliki mimpi dan kemauan yang keras untuk meraih mimpi. Niat adalah awal yang baik untuk memulai mimpi. Contoh Pagi itu, dengan mengepalkan tinjuku, aku bulatkan tekad, aku bulatkan doa aku akan lulus ujian persamaan SMA dan berperang menaklukkan UMPTN. Aku ingin membuktikan kalau niat kuat telah dihunus, halangan apa pun akan aku tebas. – Tetap optimis, tetap berjuang dan tetap semangat. Contoh Semakin banyak yang melihat aku dengan sebelah mata, semakin menggelegak semangatku untuk membuktikan bahwa kita tidak boleh meremehkan orang lain, bahkan tidak boleh meremehkan impian kita sendiri, setinggi apa pun. – Jangan bermalas-malasan. Contoh “Coba kau lihat. Berapa pun mereka bekerja keras, kemungkinan besar mereka tetap jadi orang miskin. Begitu juga anak keturunan mereka nanti. Begitu seterusnya. Sedangkan kau, boleh tidak punya duit, tapi kau ada kesempatan untuk berhasil, bahkan membantu orang seperti mereka. Mereka tidak punya akses untuk pendidikan, kau punya. Kau orang yang beruntung. Tidak pantas kau malas!” – Dengan kesungguhan dan keseriusan belajar, kita dapat meraih kesuksesan. Contoh Usaha yang sungguh-sungguh dan sabar akan mengalahkan usaha yang biasa-biasa saja. Kalau bersungguh-sungguh akan berhasil, kalau tidak serius akan gagal. Kombinasi sungguh-sungguh dan sabar adalah keberhasilan. Kombinasi man jadda wa jada dan man shabara zhafira adalah kesuksesan. 6. Nilai Estetika – Berkaitan dengan unsur keindahan yang nampak dalam kehidupan tokoh sehari-hari. Contoh Langit bersih terang, Bukit Barisan menghijau segar, air Danau Maninjau yang biru pekat, dan angin danau yang lembut mengelus ubun-ubun. Identitas Buku Judul Buku Ranah 3 Warna Penulis A. Fuadi Editor – Penerbit Gramdia Pustaka Utama Cetakan – Jumlah Halaman 473 Jumlah Bab – Ukuran Buku x 20 cm Berat Buku kg Harga Rp. Tahun Terbit 2017 ISBN 9789792263251 Sinopsis Alif baru saja tamat dari Pondok Madani. Dia bahkan sudah bisa bermimpi dalam bahasa Arab dan Inggris. Impiannya? Tinggi betul. Ingin belajar teknologi tinggi di Bandung seperti Habibie, lalu merantau sampai ke Amerika. Dengan semangat menggelegak dia pulang ke Maninjau dan tak sabar ingin segera kuliah. Namun kawan karibnya, Randai, meragukan dia mampu lulus UMPTN. Lalu dia sadar, ada satu hal penting yang dia tidak punya. Ijazah SMA. Bagaimana mungkin mengejar semua cita-cita tinggi tadi tanpa ijazah? Terinspirasi semangat tim dinamit Denmark, dia mendobrak rintangan berat. Baru saja dia bisa tersenyum, badai masalah menggempurnya silih berganti tanpa ampun. Alif letih dan mulai bertanya-tanya “Sampai kapan aku harus teguh bersabar menghadapi semua cobaan hidup ini?” Hampir saja dia menyerah. Rupanya “mantra” man jadda wajada saja tidak cukup sakti dalam memenangkan hidup. Alif teringat “mantra” kedua yang diajarkan di Pondok Madani man shabara zhafira. Siapa yang bersabar akan beruntung. Berbekal kedua mantra itu dia songsong badai hidup satu persatu. Bisakah dia memenangkan semua impiannya? Ke mana nasib membawa Alif? Apa saja 3 ranah berbeda warna itu? Siapakah Raisa? Bagaimana persaingannya dengan Randai? Apa kabar Sahibul Menara? Kenapa sampai muncul Obelix, orang Indian dan Michael Jordan dan Kesatria Berpantun? Apa hadiah Tuhan buat sebuah kesabaran yang kukuh? Ranah 3 Warna adalah hikayat bagaimana impian tetap wajib dibela habis-habisan walau hidup terus digelung nestapa. Testimoni Pembaca Haryadi Yansah “Walau hanya berbisik di hati, rupanya Tuhan selalu maha mendengar” Tentang – Ranah 3 Warna – Buku yang tetap menawarkan semangat menggapai cita-cita ini sekarang bercerita mengenai kehidupan Alif Fikri, pasca kelulusannya menempuh ilmu di Pondok Madani. Alif kini kembali ke kampung Maninjau setelah menggoreskan harapan Amaknya untuk belajar ilmu agama. Walau begitu, cita-citanya untuk menjadi the next Habibie tidak pernah surut. Harapannya untuk menorehkan prestasi mendunia dalam bidang teknologi tak pernah karam. Tapi apa mungkin, seorang Alif yang notabene tamatan sekolah agama bisa mengikuti ujian saringan masuk perguruan tinggi? Bahkan, ijazah saja ia tidak punya. Bukan Alif namanya jika gampang menyerah. Untung Ayah dan Amaknya mendukung usaha Alif agar bisa belajar di perguruan tinggi. Alif mempersiapkan diri untuk ikut ujian kesetaraan agar bisa mendapatkan ijazah. Sungguh, bukan perjuangan yang mudah. Alif harus mampu menguasai berbagai macam mata pelajaran umum tiga tingkatan dalam waktu cepat. Modal utamanya adalah Man Jadda Wajadda– Siapa yang bersungguh-sungguh ia akan berhasil. Alif yakin jika ia berusaha satu tingkat lebih baik dari orang lain, ia akan mendapatkan apa yang ia inginkan. Perjuangan itu mulai menapakan hasilnya. Memang tidak sepenuhnya seperti yang ia harapkan. Keinginannya untuk menekuni bidang teknologi harus ia pupus karena sangat sulit menguasai pelajaran berhitung dalam waktu singkat. Tapi Alif cukup bangga ketika akhirnya diterima di Hubungan Internasional-UNPAD. ”… sesungguhnya doa itu didengar Tuhan, tapi Dia berhak mengabulkannya dalam berbagai bentuk. Bisa dalam bentuk yang kita minta, bisa ditunda, atau diganti yang lebih cocok buat kita,” Hidup sendirian di kota Bandung tidaklah mudah. Untung, sahabatnya –Randai, bisa membantu menumpangi Alif selama ia belum menemukan kos yang sesuai dengan kondisi keuangannya. Di masa-masa sulit itu, Alif bahkan harus kehilangan Ayahnya, hingga ia sempat berfikiran untuk menghentikan kuliahnya dan membantu Amaknya di kampung. Syukurlah hal itu tidak sampai terjadi karena Amak mewanti-wanti Alif agar pulang setelah mendapatkan gelar sarjana. Sial, persahabatannya dengan Randai sempat retak, dan Alif harus berjuang menopang kehidupan ekonominya di kota padat itu. ”iza shadaqal azmu wahada sabil- kalau benar ada kemauan, akan terbuka jalan,”Alhamdulillah minat Alif di bidang jurnalistik bisa membantu ia menopangi kehidupannya. Bahkan ia sudah bisa membantu Amak walaupun hanya sedikit. Alif kini mempunyai mimpi baru. Menjejakkan kaki di Amerika. Mungkin, kah? Akhirnya sebuah cahaya mampu menuntun Alif untuk menggapaikan cita-citanya. Alif berjuang mengikuti seleksi pertukaran pelajar ke negara asing. Sampai titik ini, Alif bahkan harus bersaing dengan sahabatnya sendiri –Randai. Rasa pesimis kerap saja muncul walaupun tidak diinginkan, namun sekali lagi, dengan keyakinannya melebihkan usaha dan terus berdoa, akhirnya Alif mampu menjejakkan langkahnya di benua Amerika. Hola… anak kampung Maninjau kini berada di Kanada untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia di sana. Berbagai pengalaman Alif tuai di kota Saint-Raymond. Bahkan Alif juga menemukan rasa cinta di kota kecil itu. Walaupun tetap akan ada perjuangan-perjuangan yang harus ia hadapi. Mampukah Alif bertahan? Sebuah mantera baru… ”Man Shabara Zhafira – Siapa yang bersabar akan beruntung, berhasil meyakinkan Alif bahwa, ”segala sesuatu ada waktunya, aku ikhlaskan tangan Tuhan menuntunku meraih segala impian ini.” Juga bahwa ”Man Yazr’a Yahsud – Siapa yang menanam ia akan menuai.” Alif yakin sekali akan hal itu. Sungguh, ini ulasan yang buruk untuk menggambarkan betapa eloknya buku ini. Berulang kali, ketika menulis ulasan ini, jemariku terhenti, dan berkali-kali pula menekan tombol ”delete” karena merasa apa yang aku tulis tidak mampu mewakili semua hal yang aku dapatkan dari buku ini. Ranah 3 Warna buku yang lengkap. Perjuangan, semangat, kepercayaan… kehidupan akan cinta dan keluarga komplet dihadirkan. Di beberapa hal memang aku sempat sebal dengan tokoh Alif, misalnya saja ketika dia mendapatkan kesempatan pertukaran pelajar, ia ngotot ingin ditempatkan di negara tertentu. Setelah dapat, iapun masih ngotot ingin mendapatkan kesempatan kerja di bidang yang ia sukai. Di suatu sisi aku merutuki tingkah Alif dengan gumaman, ”Oh Tuhan, sadarkah Alif bahwa banyak orang yang ingin mendapatkan kesempatan yang sama seperti yang ia dapatkan tanpa banyak keinginan-keinginan yang lain?” namun… di sisi lain aku merasa, Ahmad Fuadi berhasil mengambarkan sosok Alif sebagai orang dengan penuh rasa harap tinggi dan… itu membuat tokoh Alif digambarkan lebih manusiawi. Sungguh, aku cinta Ranah 3 Warna ini. Edy Buku ini merupakan buku kedua dari Trilogi kehidupan Alif Fikri. Buku Pertama yang bertajuk Negeri 5 Menara mengisahkan tentang perjalanan hidup Alif Fikri, seorang anak Minang dari keluarga sederhana ketika menempuh pendidikan di Pondok Madani nama samaran Pondok Pesantren Modern Gontor – Jawa Timur yang terkenal itu. Sedangkan dalam buku kedua Ranah 3 Warna mengisahkan perjalanan hidup Alif Fikri setamat dari Pondok Madani yang harus menempuh perjuangan berat untuk lolos ujian persamaan SMA sebagai prasayarat mengikuti ujian seleksi masuk Perguruan Tinggi. Dengan perjuangan kerasnya Alif bisa lolos ujian persamaan dengan nilai sedang. Selanjutnya dia berjuang keras akhirnya lolos masuk Jurusan Hubungan Internasional – FISIPOL Universitas Pajajaran di Bandung. Cobaan demi cobaan terus menempa Alif seperti Ayah Alif meninggal, uang kiriman orang tua yang tersendat, usaha sales yang dirampok preman dan lain-lain. Perlahan alif mulai bangkit mencari rejeki dengan jualan/salesman, memberikan kursus private dan akhirnya berlatih menulis artikel di media dengan bimbingan seorang seniornya. Setelah melalui berbagai tempaan, dalam perjalanan hidup yang sudah mulai tertata karena kepintarannya menulis artikel di media, Alif meneruskan cita-cita semasa di Pondok Madani untuk berkelana di Amerika. Dia akhirnya lolos seleksi pertukaran pemuda pelajar di Kanada selama 6 bulan bersama 7 orang temannya. Di sana dia tinggal dengan ayah dan ibu angkat yang sangat mencintainya dan didampingi seorang tandem pemuda Kanada. Banyak kisah suka selama di Kanada tersebut. Di sinilah tumbuh perasaan cinta Alif terhadap Raisa yang berasal dari satu kampus dan juga tetangga kosnya di Bandung. Tapi cinta itu tetaplah hanya bersemi di hati karena alif tidak punya keberanian untuk menyatakannya sama Raisa. Sepulang dari Kanada, Alif melanjutkan studi dan lulus Sarjana dari Unpad. Mamak dan adiknya hadir dalam acara wisuda itu. Saat itu sebenarnya Alif sudah merencanakan untuk mengungkapkan isi hati terhadap Raisa. Tapi sayang, Randai sahabat karib dan teman sekampung serta sekaligus competitor Alif telah mendahuklui menyunting Raisa. Sebuah kisah kasih yang tak sampai pun terjadilah. Alif walaupun gundah mengambil hikmah itu semaua sebagai proses belajar untuk lebih sabar, ikhlas dan tawakal dan terus berprasangka baik terhadap Tuhannya,……. Dalam buku ini ada tiga ajaran utama yang terus diamalkan oleh Alif dalam merengkuh citanya yakni • Man Jadda Wajada yang berarti barang siapa bersungguh-sungguh dia akan berhasil. Konsep nilai ini ditanamkan sejak awal sehingga akan melahirkan anak didik yang mempunyai semangat bekerja keras. • Man shabara zhafira, Barang siapa bersabar maka dia akan beruntung. Jangan risaukan penderitaan hari ini, jalani saja dan lihatlah apa yang akan terjadi di hari esok dan tetaplah fokus pada tujuan akhir untuk menemukan jati diri. • I’malu fauqa ma’amilu, Budayakan going the extra miles, lebihkan usaha, waktu, tekad, upaya dan lain-lainnya maka kita akan sukses. Dari sisi sosiologis, novel ini seperti novel-novelnya Andrea Hirata menyiratkan bahwa pendidikan merupakan kunci untuk memperbaiki masa depan bagi seseorang. Namun alangkah ironisnya dunia pendidikan saat ini yang sudah semakin mahal dan hanya bisa diakses oleh orang-orang kaya. Universitas Negeri yang dulu menjadi tumpuan harapan masyarakat kelas menengah ke bawah untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi kini semakin komersial dan mahal. Bagaimana masyarakat miskin dan kelas bawah bisa memperbaiki masa depan mereka ketika akses terhadap pendidikan sedemikian sulit? Masih adakah ruang bagi warga miskin dan keluarga yang pas-pasan untuk memperoleh pendidikan bermutu di negeri ini? Nike Wow, akhirnya buku yang ditunggu-tunggu ini kelar juga saya baca. Ga tahan dengan bahasan suami dan adek saya yang udah nyamber duluan buku ini, saya akhirnya menyudahi buku ini dengan senyum gembira. Ranah 3 Warna adalah buku kedua dari A. Fuadi yang promonya dimana-mana bakal jadi best seller. Seperti buku pertamanya, Negeri 5 Menara yang menjadi best seller, saya tak ragu lagi akan banyak orang menyukai buku Uda Fuadi yang kedua ini. Kalo di Negeri 5 Menara kita melihat cerita Alif Fikri dan teman-teman Pondok Madani dengan mantra “Man Jadda wajada”, dalam buku kedua ini, Alif diceritakan memasuki masa dewasa dimana ia meneruskan pendidikannya dengan mantra baru “Man Shabara Zafira”. Awalnya saya ngerasa bingung dengan cover buku juga pembatas buku yang dihadiahkan buku ini. Cover buku terlihat sepatu hitan dan untuk pembatas buku serupa daun. Ternyata, kalian wajib membaca buku ini dulu untuk tau apa arti dibalik semua itu. Cover itu adalah si Hitam, sepatu dari kulit jawi yang diberikan Ayah Alif sebelum Alif pergi merantau ke Bandung untuk kuliah. Daun? ya, pembatas bukunya unik, serupa daun yaitu daun maple khas negeri Kanada, tempat akhirnya Alif meraih mimpinya menginjak benua Amerika. Diceritakan Alif akhirnya mengikuti ujian persamaan SMA untuk mandapatkan ijazah setara SMA sampai belajar sangat tekun dan rajin untuk mengikuti UMPTN untuk masuk kuliah sesuai harapan Alif. Akhirnya Alif diterima berkuliah di universitas negeri di Bandung dengan jurusan Hubungan Internasional, karena ia ingin lebih menguasai bahasa. Banyak hal yang dilalui Alif untuk bisa mengejar mimpi-mimpinya. Dengan ekonomi keluarga yang sulit ditambah dengan kepergian Ayah Alif yang tak pelak membuat saya ingin menangis dan meneteskan air mata, Alif harus bisa sekuat tenaga meneruskan hidupnya dan meraih mimpinya ke benua Amerika. Alif akhirnya harus kerja keras, mulai dari mengajar privat hingga berjualan dari rumah ke rumah demi meneruskan kuliahnya. Sangat beruntung Alif bertemu dengan Bang Tigor, sang guru menulis Alif. Tidak hanya belajar menulis, Alif menemukan banyak pelajaran berharga dari Bang Togar. Cerita dalam buku kedua ini ga cuma cerita Alif mengejar mimpi-mimpi ke Amerika, tapi juga tak luput dari cerita percintaan. Alif akhirnya jatuh cinta pada seorang wanita yang satu kampus dengannya dan juga mereka berdua berkesempatan ke Kanada, tapi sayang seribu kali sayang, Alif harus berjuang untuk mandapatkan hati Raisa, terutama dari Randai, sahabat sepermainan Alif dari kecil. Saya merasa buku ini luar biasa. Buku ini memberikan motivasi besar untuk mengejar semua mimpi dan cita-cita. Tidak cuma bermimpi, tapi kisha ALif mengajarkan kita bagaimana cara untuk bisa meraih mimpi. Tidak hanya dengan berusaha sekuat tenaga tapi juga kesabaran. Dari semua tokoh pendamping Alif dalam buku ini, favorit saya adalah Rusdi 🙂 Entah kenapa, saya merasa Rusdi ini membuat buku ini terasa lebih menarik lagi. Lucu, nasionalisme tinggi tapi juga seniman. Bagi yang belum baca, bacalah… segera… 🙂 Kembali ↑ Penutup bila kamu tertarik sehabis baca resensi ini bisa beli secara online dengan harga Rp. dengan klik tautan Ranah 3 Warna ini atau klik gambar dibawah Ada yang mau ke Pulau Belitong?? Pulau yang terkenal dengan Laskar Pelangi dan Keindahan Pantainya.. Silahkan Cek Untuk paket 4D-3N 4 hari 3 malam bisa dilihat di postingan Promo Travelling Wisata Murah ke Belitung 4D-3N 4 Hari 3 Malam Untuk paket 3D-2N 3 hari 2 malam bisa dilihat di postingan Promo Travelling Wisata Murah ke Belitung 3D-2N 3 Hari 2 Malam Untuk paket 2D-1N 2 hari 1 malam bisa dilihat di postingan Promo Travelling Wisata Murah ke Belitung 2D-1N 2 Hari 1 Malam ***************************************************************************************** Ranah 3 Warna, novel ini adalah buku kedua dari trilogi Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi. Cerita di novel ini bermula saat Alif yang sudah tamat dari Pondok Madani ingin melanjutkan ke ITB. Ujian persamaan SMA sebagai syarat untuk bisa ikut UMPTN berhasil dilewati Alif dengan nilai rata-rata Hasil pas-pasan ini membuat Alif harus banting stir dari IPA ke IPS, dari Teknik Penerbangan ITB ke Hubungan Internasional Unpad. Kesangsian teman-temannya yang tidak yakin akan kemampuan Alif lolos UMPTN tidak membuat Alif patah semangat. Keberhasilan Timnas Denmark merebut Piala Eropa 1992 padahal hanya tim yang untung-untungan masuk ke babak final karena Yugosalvia didiskualisifikasi ikut melecut semangat Alif. Keberhasilan lolos UMPTN membuat Alif pindah ke Bandung. Di kota ini Alif bertemu sahabat lama, menemukan sahabat baru dan Raisa, seorang anak Komunikasi Unpad yang bisa membuat Alif klepek-klepek. Di kota Bandung ini pula sejumlah permasalahan kompleks dimulai. Bagaimana kisah pejuangan Alif untuk bertahan hidup dan kuliah di Bandung? Masalah sangat berat apa yang yang menimpa Keluarga Alif di Maninjau? Bagaimana Alif belajar keras agar bisa menulis media? Bagaimana Alif berjuangan agar bisa lolos student exchange ke Quebec Kanada? Bagaimana petualangan Alif “membela” Indonesia di Yordania dan Kanada? Bagaimana dengan persaingan Alif dan Randai sahabat masa kecilnya? Bagaimana kisah “hati” Alif dan Raisa? Bagaimana Alif menghadapi itu semua? Silahkan beli bukunya hehe Menurut saya, novel fiksi motivasi ini rada-rada mirip Sang Pemimpi dan Edensor. Dibandingkan buku pertamanya Negeri 5 Menara, buku ini saya kasih poin +1 untuk kompleksitas permasalahan, cara pemecahan dan penggambaran setting tempat berlansungnya cerita. Oh ya Ranah 3 warna berarti Bandung, Amman Yordania dan Quebec Canada. Tempat cerita-cerita di dalam novel ini berlangsung. “Dalam hidup ini, ternyata man jadda wajada tidak cukup. Ada jarak terbentang diantara sungguh-sungguh dan sukses. Jarak yang harus ditempuh dengan sabar aktif. Man shabara zhafira” September 30, 2022 435 am . 6 min read Resensi Novel Ranah 3 Warna ini akan menceritakan kisah inspiratif tokoh Alif Fikri. Dengan membahas beberapa hal penting yang terdapat dalam novel seperti identitas, intrinsik, ekstrinsik juga pesan moral yang terkandung dalam novel tersebut. Resensi Novel Ranah 3 Warna Berikut merupakan Resensi novel Ranah 3 Warna secara lengkap, diantaranya adalah 1. Identitas Novel Ranah 3 Warna Judul NovelRanah 3 WarnaPenulisAhmad FuadiJumlah halaman473 halamanUkuran buku13,5×20 cmPenerbitPT Gramedia Pustaka UtamaKategoriFiksiTahun Terbit2011Harga novelRp. 2. Sinopsis Novel Ranah 3 Warna Sinopsis novel Ranah 3 Warna ini menceritakan sosok Alif Fikri yang baru saja tamat dari pondok pesantren Madani dan bermimpi ingin mempelajari ilmu teknologi di Bandung. Impiannya ingin seperti Habibie, lalu merantau sampai ke Negeri Paman Sam. Dengan semangat yang menggelegak dia pulang ke Maninjau dan tak sabar ingin Kuliah. Namun kawan karibnya Randai meragukan karena Alif tak memiliki ijazah SMA agar lulus UMPTN. Dan berkat kerja kerasnya ia berhasil ikut ujian dan dinyatakan lulus. Lalu bagaimana kelanjutan kisahnya hingga ia bisa pergi ke tiga ranah yang berbeda? Seperti impiannya. Tentunya tidaklah mudah bukan? Penasaran dengan perjalanan kisahnya? Yuk, baca novel Ranah 3 Warna ini. Baca juga Resensi Novel Danur Novel Serem 3. Unsur Intrinsik Novel Ranah 3 Warna Berikut merupakan unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Ranah 3 Warna, diantaranya Tema Tema yang diangkat dalam novel ranah 3 Warna karya Ahmad Fuadi ini adalah perjuangan Alif Fikri dalam meraih cita-citanya. Tokoh dan Penokohan Alif Fikri, ia merupakan tokoh utama yang terdapat dalam novel Ranah 3 Warna ini ia memiliki sifat yang bertekad kuat, jujur, ikhlas, dan selalu bersyukur, patuh dan pekerja ia merupakan salah satu teman Alif yang memiliki sifat antagonis. Ia selalu merendahkan orang lain, sombong dan pemarah. Namun ia setia kawan dan suka ia merupakan ibu dari Alif yang memiliki sifat penyayang dan perhatian, dan ia merupakan Ayah Alif yang memiliki sifat pekerja keras, penyayang, perhatian dan juga ia merupakan teman wanita dan tetangganya di Bandung yang Alif sukai. Ia memiliki sifat percaya diri, dan pandai berbahasa Togar, ia merupakan senior Alif dan merupakan guru menulis Alif. Ia memiliki sifat yang pandai, suka menulis, disiplin dan ia teman Alif yang unik dan sangat nasionalisme Pepin, ia merupakan teman Alif yang berasal dari Kanada ia memiliki sifat yang ia adalah ibu angkat Alif di Quebec, Kanada yang memiliki sifat lembut dan penyayang. Yang menganggap Alif seperti anaknya ia adalah ayah angkat Alif di Kanada. Yang baik hati dan penyayang. Alur Alur yang digunakan dalam novel Ranah 3 Warna ini menggunakan alur maju. Dimana menceritakan tokoh Alif dalam mendapatkan ijazah untuk pendidikan yang lebih tinggi agar bisa meraih cita-cita. Latar Waktu Latar waktu yang digunakan dalam novel Ranah 3 Warna karya Ahmad Fuadi ini menggunakan latar waktu pagi, siang dan malam hari. Latar Tempat Latar tempat yang digunakan dalam novel Ranah 3 Warna ini menggunakan latar yaitu Di Maninjau Bukit Tinggi Jawa Barat, di Bandung Jawa Barat, di Amman Yordania, di Kanada, di Saint Raymondan. Sudut Pandang Sudut pandang yang digunakan dalam novel Ranah 3 Warna ini yaitu menggunakan sudut pandang orang pertama dari tokoh utama dengan kata ganti orang pertama dengan sebutan “aku” yaitu Alif Fikri. Gaya Bahasa Gaya bahasa yang digunakan dalam novel Ranah 3 Warna karya Ahmad Fuadi ini adalah menggunakan bahasa yang cukup sempurna menggunakan bahasa Indonesia yang baku meski terdapat banyak bahasa Asing. Dan tata bahasanya berpadu tanpa ada unsur yang membosankan di tambah dengan beberapa majas di dalamnya seperti majas hiperbola, majas metafora, majas simile, dan majas persinofikasi. Baca juga Resensi Sinopsis Novel Almond Amanat Adapun amanat yang terkandung dalam novel Ranah 3 Warna ini, diantaranya adalah Kita sebagai umat beragama di wajibkan untuk menuntut ilmu. Dan mencari ilmu tidak hanya bisa di lakukan di kampung sendiri. Mencari ilmu tidak terbatas ruang dan kita teguh membela mimpi kita, maka tuhan akan menolong dan janganlah berputus asa dalam meraih dan bekerja keraslah dalam segala harus tetap di jalani meski sekeras dan sesusah apapun ujian yang akan menghadang tetap jalani dengan penuh Tuhan mengujimu ingatlah bahwa Tuhan tidak akan menguji hambanya melebihi batas kemampuannya. Tetap berusaha dan tawakal lah kepada Allah SWT. 4. Unsur Ekstrinsik Novel Ranah 3 Warna Berikut merupakan unsur ekstrinsik yang terdapat dalam novel Ranah 3 Warna, diantaranya adalah Nilai Sosial Nilai sosial yang terdapat dalam novel bagaimana sikap orang tua angkat Alif yang berada di Kanada mereka sangat menyayangi Alif seperti mereka menyayangi anak kandung sendiri. Nilai Moral Nilai moral yang terkandung dalam novel ini yaitu tentang bagaimana patuh dan meneruti semua perintah baik dari orang tua yang seperti di lakukan tokoh utama yaitu Alif Fikri. Nilai Pendidikan Nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Ranah 3 Warna ini adalah bagaimana tokoh utama sangat rajin belajar, berprestasi dalam pendidikan, bersaing dalam pendidikan, berusaha keras dalam meraih impian, itu mencerminkan nilai pendidikan yang terdapat novel ini. 5. Kelebihan Novel Ranah 3 Warna Adapun keunggulan atau kelebihan dari novel Ranah 3 Warna ini adalah Novel ini dapat di baca oleh semua bahasa yang digunakan sangat menarik serta mampu memperkaya kosa kata dan wawasan berbagai bahasa terutama bahasa daerah dan bahasa catatan kaki di bawah yang menjelaskan arti kata asing menuangkan fiksi belaka namun cerita yang diangkat merupakan pengalaman hidup penggambaran suasana yang tepat membawa pembaca benar-benar merasakan bagaimana menjelajah benua pesan moral yang terkandung dalam novel yang sangat menarik dimana terdapat sepatu yang membuktikan sejarah bahwa telah menginjak tiga ranah yang berbeda yaitu dari Minang, Timur Tengah hingga ke buku yang unik yang bergambar daun Maple dan itu merupakan khas dari negara Kanada. 6. Kekurangan Novel Ranah 3 Warna Setelah mengetahui kelebihan novel ini kita coba menelusuri kekurangan novel ini, diantaranya adalah Sama halnya seperti novel lainnya novel ini memiliki kekurangan penulis lupa dan mengabaikan tokoh Bang Togar di pertengahan hingga Akhir cerita. Padahal ia merupakan orang berjasa dalam kehidupan Alif di tokoh Alif terasa kurang mendalam tidak ada konflik yang berhasil dikelola si pengarang dengan baik dan mendalam. Semua hadir seperti ada yang dipaksakan dan hilang begitu cepat. Baca juga Sinopsis Novel Ngulandara 7. Pesan Moral Novel Ranah 3 Warna Bagian akhir dari sinopsis adalah pesan moral yang terdapat dalam novel Ranah 3 Warna diantaranya adalah Carilah ilmu kemana pun karena mencari ilmu tidak terbatas ruang dan bekerja keras karena setiap usaha tidak akan mengkhianati hasil.

resensi novel ranah 3 warna